SMOL.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di daerah tersebut. Langkah ini bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi, Supardi, pihaknya selalu terbuka terhadap investasi dengan syarat petani harus dilibatkan agar sejahtera. Sejak awal, pihaknya sudah meminta WPI untuk berkolaborasi langsung dengan petani dalam usahanya. Hal ini sesuai dengan semangat pemerintah kabupaten yang ingin memutus mata rantai penjualan gabah.
“Ini pertama kalinya Wilmar benar-benar bermitra dengan petani. Kalau bisa, kami ingin selamanya seperti ini,” kata Supardi saat ditemui.
Baca Juga: 5 Nama Desa Unik di Banjarnegara, Ternyata Ada Bumbu Dapur dan Makanannya
Ia menilai kemitraan tersebut terbukti positif karena petani mendapatkan harga yang layak.
Sebelum perusahaan masuk, informasi mengenai harga gabah kepada petani sangat terbatas sehingga akses ke pasar sangat minim dan harga sebagian besar ditentukan oleh tengkulak.
Ia berharap WPI bersedia menambah luas lahan kemitraan dengan petani yang saat ini mencapai 800 hektare (ha).
Baca juga: Daftar 5 Daerah Terdingin di Jawa Tengah, Nomor 1 Pasti Bukan Kota Semarang Apalagi Pekalongan, Tapi…
Dengan total luas sawah 50.715 ha, produksi gabah di Ngawi saat ini mencapai 882 ribu ton per tahun, tertinggi keenam di Indonesia.
Kebutuhan beras di Ngawi saat ini sebesar 10 persen dari total produksi per tahun sehingga perlu adanya investasi penggilingan yang besar agar gabah petani terserap.
Tahun ini, partai menargetkan produksi gabah meningkat menjadi 850-900 ton. “Peluang kemitraan masih banyak,” kata Sunardi.
Baca Juga: 5 Daftar Daerah Terendah di Jawa Tengah, Ternyata Nomor 1 Bukan Kota Semarang Apalagi Wonosobo, Tapi…
Dia menilai masuknya WPI tidak membuat pabrik penggilingan di kawasan itu gulung tikar. Mereka justru bekerja sama agar bisa hidup dan berkembang bersama.
Hal ini terjadi karena semakin besarnya kesadaran para pelaku usaha penggilingan yang ingin terus mengikuti perkembangan saat ini.
“Saat ini terdapat 135 pabrik kecil dan empat perusahaan penggilingan besar. Semuanya bersinergi,” jelasnya.
Baca Juga: Daftar 5 Daerah Tersibuk di Jateng, Banyak yang Anggap Kota Semarang No 1, padahal Daerah Ini Juaranya…
Terpisah, Ratna Esminar, pelaku usaha penggilingan di Ngawi, menyatakan merasakan manfaat bermitra dengan WPI karena kepastian harga, kelancaran pembayaran, dan akses pasar.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kelangsungan usahanya, namun juga para petani yang bermitra dengannya.
“Dulu saya harus mencari pembeli, informasi harga minim, sistem pembayaran antar pembeli berbeda-beda. Saya ingin kesinambungan dan kepastian,” kata Ratna.
Menurutnya, kemitraan tersebut membantunya mengembangkan usahanya karena kemampuan perusahaan dalam menyerap gabah, terutama saat panen raya.
Ia mencontohkan, sebelum bermitra, ia hanya mengolah gabah maksimal 10 ton per hari saja jika sudah ada pembeli pasti.
Belum lagi proses pembayarannya yang baru cair lima hari kemudian berdampak pada pembayaran ke petani.
“Dulu saya beli sesuai kemampuan penggilingan. Sekarang saya bisa beli sesuai stok gabah. Dulu satu rit (8-10 ton), sekarang saya bisa beli 5 rit. Usaha saya masih berjalan, saya juga beli petani. ‘ gabah untuk disuplai ke perusahaan,” kata Ratna yang telah menggeluti bisnis penggilingan sejak tahun 1997.
Ratna menambahkan, sebagai penggilingan, dirinya menyadari perlunya mengikuti perkembangan karena adanya perubahan permintaan pasar yang memerlukan teknologi terkini dalam pengolahan gabah. Sedangkan saat ini dia tidak memilikinya.
“Yang saya lakukan adalah bagaimana mendapatkan keuntungan dengan memiliki perusahaan,” ujarnya.