Penasihat Hukum AS Terkesan Dipaksakan

By | September 12, 2023

pusatdapodik.com – Sidang eksepsi dengan terdakwa AS, mantan Kepala Desa Caturtunggal, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, atas dugaan korupsi penggunaan tanah kas desa (TKD) dinilai tidak mengada-ada dan terkesan dipaksakan.

Nota keberatan disampaikan Layung Purnomo SH dan rekan selaku penasihat hukum terdakwa di ruang sidang Pengadilan Tipikor (PN), Selasa 12 September 2023.

Layung Purnomo dan kawan-kawan keberatan dengan dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Keberatan kami pada dasarnya adalah keberatan, ada beberapa poin yang kami keberatan, kata Layung Purnomo.

Poin pertama, Layung Purnomo dan kawan-kawan selaku penasihat hukum terdakwa merasa keberatan dengan penerapan pasal yang didakwakan terhadap terdakwa AS.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencantumkan Pasal 33 Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Penggunaan Tanah Kas Desa (TKD).

Terkait penerapan pasal tersebut, penasihat hukum terdakwa menilai telah terjadi kesalahan dalam penerapan hukum.

Menurut tim penasihat hukum terdakwa, ada kesalahan dalam dakwaan pada pasal 33, versi JPU mengutip pasal 33 Pergub 34 Tahun 2017, namun yang dikutip JPU adalah pasal 33 Peraturan Daerah DIY nomor 1 tahun 2017 tentang Pengelolaan. dan Pemanfaatan Tanah Kesultanan dan Kadipaten.

Menurut penasihat hukum terdakwa, dakwaan tersebut merupakan kesalahan penerapan tuntutan hukum. Jadi JPU melakukan kesalahan dengan menggunakan hukum sebagai dasar utama perkaranya, kata Layung Purnomo.

Keberatan kedua terkait audit atau penghitungan kerugian negara akibat dugaan korupsi tanah kas desa di Caturtunggal.

Sedangkan keberatan ketiga, penasehat hukum menilai perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana.

Kemudian keberatan keempat terkait dengan waktu dan subjek sebenarnya dimana penasihat hukum AS menilai terdakwa tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan.

Penasihat hukum terdakwa berpendapat, sebaiknya jaksa penuntut umum mengutamakan upaya hukum administratif terlebih dahulu, sebelum menempuh hukum primer atau hukum pidana.

Sebab, lanjut Layung, penegakan hukum harus berurutan. “Saya kira JPU tidak menggunakan hukum administrasi dan langsung menggunakan sanksi pidana,” kata Layung.

Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa berharap majelis hakim melihat sisi terdakwa terkait penerapan hukum yang diterapkan jaksa.

Sebagaimana dalam peraturan gubernur yang berlaku, penanganan pelanggaran jika terjadi hal seperti ini (penyalahgunaan tanah kas desa) pada pasal 60 Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2017 ada lima tahapan dalam memproses pelanggar.

“Pertama teguran, pencabutan izin, pengembalian aset, baru proses hukum. PT Deztama Putri Santosa sudah mengembalikan aset yang disalahgunakan,” jelas Layung.

Jaksa Penuntut Umum Triskie Narendra usai persidangan mengatakan, pihaknya menghormati upaya penasihat hukum terdakwa terkait pembacaan eksepsi.

Untuk mengungkap seluruh permasalahan tersebut, persidangan akan dilanjutkan pada Selasa, 19 September 2023. Dengan agenda pembacaan tanggapan JPU. (Rangga Permana).*

Category: Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *